Saturday, April 23, 2011

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010


1.    Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2009-Maret 2010

Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2010 sebesar 312,18 ribu orang (3,48 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 sebesar 323,17 ribu orang (3,62 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 10,99  ribu. Hal ini disebabkan antara lain oleh:
b    Kondisi ekonomi makro yang relatif stabil dimana pertumbuhan ekonomi triwulan 1 tahun 2010 mencapai angka 6,21 persen.
c    Pada bulan Januari–Maret 2010 inflasi sebesar 0,92 persen.
d    UMP di DKI Jakarta terjadi peningkatan dari 1.069.865 rupiah pada tahun 2009  menjadi 1.118.009 rupiah pada 2010

2.    Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2009-Maret 2010

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Selama Maret 2009-Maret 2010, Garis Kemiskinan naik sebesar 4,49 persen, yaitu dari Rp 316.936 per kapita per bulan pada Maret 2009 menjadi Rp  331.169 per kapita per bulan pada Maret 2010. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada bulan Maret 2009, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 64,44 persen, dan  pada bulan Maret 2010,  peranannya relatif tidak berubah yaitu 64,46 persen.

Komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada bulan Maret 2010, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan Makanan sebesar 29,09 persen. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah rokok kretek filter (13,46 persen), daging ayam ras (6,48 persen), telur ayam ras (5,53 persen),  mie instan (4,83 persen), gula pasir (3,43 persen) dan  tempe (3,06 persen).
Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis Kemiskinan Non-Makanan yaitu 34,76 persen. Biaya pemeliharaan kesehatan, listrik dan pendidikan mempunyai pengaruh yang cukup besar, yaitu masing-masing sebesar 14,52 persen, 9,77 persen dan 8,61 persen.
3.    Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
Pada periode Maret 2009-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 0,57 pada keadaan 2009 menjadi 0,45 pada keadaaan 2010. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan menurun dari 0,14 menjadi 0,11 pada periode yang sama (Tabel 2). Penurunan  nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung meningkat dan mendekati garis kemiskinan, serta ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin mengecil.

4.    Penjelasan Teknis dan Sumber Data
a.    Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung persentase penduduk  miskin terhadap total penduduk.
b.    Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan, kecuali untuk DKI Jakarta yang seluruh wilayahnya merupakan daerah perkotaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
c.    Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkal per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain).
d.    Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar Non-Makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
e.    Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2010 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Panel Modul Konsumsi bulan Maret 2010. Jumlah sampel Susenas di DKI Jakarta 3.072 rumah tangga sehingga data kemiskinan dapat disajikan hingga tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.


Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta No. 21/07/31/Th. XII, 1 Juli 2010

0 comments:

Post a Comment